Dengan
pengakuan yang jelas tentang keprofesian Konselor dalam dunia pendidikan, yang
termaktub dalam UU sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, yang menegaskan Konselor
adalah pendidik, seperti guru, dosen, pamong belajar, widiyaswara, tutor,
instruktur, dan fasilitator, maka konselor harus mempunyai spesifikasi dalam
layanan profesionalnya.
Bentuk professional layanan konselor
dalam pendidikan menggunakan modus yang berbeda dengan pendidik lainnya (
guru). JIka guru mempunyai objek praktis
spesifik dalam mengembangkan PMP (penguasaan materi pelajaran)dan penanganan
PMP-T (penguasaan materi pelajaran yang terganggu) dengan modus pengajaran mata
pelajaran, maka dengan spesifik objekpraktisnya yaitu pengembangan KES ( Kehidupan
Efektif Sehari-hari) dan penanganan KES –T (Kehidupan Efektif Sehari-hari yang
terganngu) yang dilakukan melalui modus
layanan konseling.
A.
Pendekatan
Pelaksanaan Pelayanan Konseling
Secara
praktis, modus pelayanan konseling yang professional harus menggunaka kaidah
tentng orientasi, fungsi, prinsip, dan asas dan landasan pelaksanaan konseling.
Sehingga pelaksaaan layanan konseling akan menghasilkan layanan yang
professional, dan menampakan kekhususan dengan profesi pendidik lainnya.
Modus pelayanan
konseling, secara umum diwarnai dengan tiga pendekatan , yaitu :
1. Pendekatan
direktif
Pendekatan
directive , konselor cenderung lebih aktif dalam memberikan pengarahan langsung
kepada klien yang dilayani berkenaan dengan pengembangan KES dan penanganan KES
–T. Menurut Williamson dan Darley dalam ( Prayitno, 2004) pendekatan ini
berasumsi klien tidak dapat mengatasi sendiri masalah yang dialaminya,.
Konseling direktif sering juga disebut konseling yang beraliran Behavioristik,
yaitu layanan konseling yang berorientasi pada pengubahan tingkah laku secara
langsung.
2. Pendekatan
non direktif
Dalam
pendekatan non direktif, konselor mendorong klien yang dilayani untuk
benar-benar aktif. Subjrk diupayakan untuk dapat mengembangkan kemampuannya
untuk berpikir, merasa, dan bertindak berkenaan dengan materi yang dibahas
dalam layanan konseling. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa sesorang yang
mempunyai masalah pada dasarnya mempunyai potensi dan mampu mengatasi
permasalahan yang dihadapinya. Peranan utama konselor dalam pendekatan
nondirektif adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang ada pada
dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal dengan dengan jalan
mengembangkan hubungan konseling yang hangat dan permisif.
3. Pendekatan
ekletik
Pendekatan eklektik
berangkat dari adanya keunggulan dan kelemahan pendekatan direktif dan non
direktif. Penerapan pendekatan eklektik
merupakan bentuk kecerdasan konselor professional untuk menegakkan dan
mengangkat segenap kelebihan dari kedua pendeklatan tersebut dan mengeliminir
kelemahannya dalam pelaksanaan layanan
konseling.
Penggunaan
konseling eklektik mencerminkan tingkat keprofesionalan dari konselor.
Penyelenggaraan konseling dengan pendekatan eklektik memiliki pemahaman yang
mendalam tentang berbagai pendekatan/teori konseling dengan berbagai
teknologinya, dan berusaha memilih dan
menerapkan sebagian atau satu kesatuan teori yang satu
dan/atau yang lainnya beserta teknologinya sesuai dengan
permasalahan klien. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendekatan eklektik
dalam penyelenggaraan konseling,konselor harus memahamikapan menggunakan/tidak
menggunakan teori atau pendekatan tertentu dengan teknologinya.
Selain pendekatan umum
tersebut diatas, dalam penyelenggaraan layanan konseling telah banyak
dikembangkan pendekatan-pendekatan khusus, antara lain:
1.
Konseling
Psikoanalisis klasik (Freud)
Konseling psikoanalisis
klasik merupakan pendekatan dalam konseling yang berorientasi membawa hal-hal
yang tidak disadari oleh subjek yang dilayani kedalam kesadarannya dalam rangka
menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya. Psikoanalisis dapat
diartikan sebagai analisa kejiwaan.
Model pendekatan
konseling psikoanalis klasik memandang tingkah laku manusia didasarkan tiga
asumi yang dapt mempengaruhi perkembangan manusia, yaitu:
a. Dasar
kepribadian terbentuk pada usia lima tahun pertama (Litama), kemudian periode
tenang, dan aktif kembali paa periode remaja (adolesen)
b. Pada
setiap periode perkembangan ada vari bagian tubuh tertentu yang menjadi pusat
kepuasan diri
Tehnik dasar
a.
Asosiasi bebas (asbas): Memberikan
kesempatan seluas-luasnya dan
sebebas2nya kepada klien untuk mengemukakan/mengungkapkan apa yang teras,
terpikirkan, teringat, dan ada pada dirinya
b.
Transferensi (trans) : Mengarahkan perasaan-perasaannya
( yang tertekan) kepada ko dengan
mengandaikan ko itu adalah subjek
yang menyebabkan perasaan tertekan itu.
c.
Interprestasi : membawaw klien memahami
dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiran yang objektif.
2.
Konseling
Ego (Adler, Jung, Fromm)
Mengutamakan fungsi ego
yang merupakan energy psikologikal individu,, sehingga fungsi ego subjek yang
dilayani menjadi lebih kuat. Tujuan utama konseling ego adalah membantu klien
membangun identitas ego; memperluas
dan memperkuat berfungsinya system ego pada diri klien. Pendekatan konseling
ego lebig terpusat kepada:
a. ranah
kognitif daripada konatif.
b. Tingkah
laku sekarang daripada yang sudah berlalu
c. Hubungan
klien dengan situasi nyata yang menyebabkan kesulitan
3.
Konseling
Psikologi Individual (Addler)
Konseling Psikologi
Individual hendak membantu subjek yang dilayani
mengubah konsep tentang dirinya dan mengoreksi persepsi yang salah
tentang lingkungannya, serta mengembangkan tujuan-tujuan baru yang hendak
dicapai melalui tingkah laku baru. Konseling Psikologi Individual memandang
manusia tidak semata-mata bertujuan memmuaskan dorongan dorongannya ; tetapi
secara jelas juga termotivasi untuk melaksanakan :
a. Tanggungjawab
social
b. Pemenuhan
kebutuhan untuk mencapai sesuatu
Tujuan Konseling Psikologi Individual
adalah membantu klien mengubah konsep tentang dirinya sendiri; 1)
menstrukturkan dan menyadari ls (life
style) klien, 2) mengurangi penilaian negative tentang diri sendiri dan
perasaan inferiornya
4.
Konseling
Analisis Transaksional (Berne)
Pendekatan
Konseling Analisis Transaksional bertujuan memperkokoh peran dan fungsi ego state adult (dewasa) secara optimal
subjek yang dilayani. Konseling Analisis Transaksional dilaksanakan melalui
prosedur kelompok, atas dasar kontrak klien dan konselor
Proses
konseling melalui tahap-tahap:
a) Analsis
struktur; membantu klien memahami
struktur ego satate-nya sendiri
b) Analisis
transaksional; membantu klien memahami transaksi yang hendaknya dikembangkan
dalam berkomunikasi dengan orang lain
c) Analisis
game ; konselor menginterprestasikan game
yang dilakukan klien dan mengkonfirmasikannya
d) Analsis
script; mendalami dan menanalis life
script klien
5.
Konseling
Self (Rogers)
Konseling Self
bertujuan hendak membantu subjek yang dilayani memilki kedirian (self)
yang lebih matang untuk mampu mewujudkan diri sendiri ( self actualization).
Pandangan Konseling
Self tentang manusia adalah:
a) Manusia
adalah rasional, tersosialisaikan, dan dapat menentukna nasibmya sendiri
b) Dalam
kondis yang memungkinkan, manusia akan mampu mengarahkan diri sendiri, maju,
dan menjadi individu yang positif dan konstruktif
Tujuan utama daroi pendekatan Konseling
Self pada dasrnya adalah ; a) klien sendiri yang menentukan tujuan konseling ,
b) membantu klirn menjadi lebih matang dan kembali melakukan self-actualization (SA) dengan
menghilangkan hambatan-hambatanya. Secara khusus tujuan dari Konseling Self
adalah membebaskan klien dari kungkungan tingkah laku (yang dipelajarinya)
salami ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam SA
6.
Konseling
Gestalt (Perls)
Asumsi
dasar dasar dalam pendekatan Konseling Gestalt adalah:
a. Manusia
membentuk suatu “keseluruhan yang
berarti’ dari fenomena lingkungannya.
b. Kejadian
dalam lapangan fenomental dapat dibedakan antara ground dan figure (GF)
c. Suatu
fenomena menjadi figure tergantung
pada kebutuhan individu
d. Arti
yang diberikan kepad figure
tergantung pada penghayatan individu terhadap ground-nya
e. Kesadaran
individu terhadap lapangan fenomenalnya akan emempengaruhi ketepatan persepsi dan
tingkahlakunya.
Berdasarkan asumsi dasar tersebut, maka
pendekatan konseling Gestalt bertujuan hendak mendorong pengemabnagn prilaku
subjek yang dilayani menurut prinsip-prinsip Gestalt.
Tujuan utama dari Konseling Gestalt
adalah :
a.
Membangun integritas kepribadin
b.
Mengentaskan individu dari kondisi yang
tergantung pada pertimbangan orang lain kemengatur diri sendiri (to be true to
himself)
c.
“Integrasi tidak pernah sempurna”;
kematangan tidak pernah penuh. Hal ini merupakan proses yang berlangsug terus,
tak pernah berhenti
d.
Meningkatkan kesadaran individual;
individu dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt—Semua situasi
bermasalah “unfunished business” (UB)
yang muncul, dan selalu akan muncul, dapat diatasi dengan baik.
7.
Konseling
Behavioral (Skinners)
Konseling Behavioral bertujuan
hendak mendorong pengembangan prilkau subjek yang dilayani menurut rinsip-prinsip belajar dan
pembiasaan. Pendekatan ini merujuk dari pendapat bahwa tingkah laku dipelajari
ketka individu berinteraksi denganlingkunganya melalui hokum-hukum belajar;10
pembiasaan klasik (PK), 2) pembiasan operan (PO) dan peniruan (PI).
Tehnik Konseling
Behavioral didasarkan pada penghapusan respon
yang telah dipelajari (yang
membentuk tingkahlaku) terhadap perangsang
, dengan demikian respon-respon yang baru akan dapat dibentuk.
8.
Konseling
Realitas (Glasser)
Konseling Realitas Pendekatan digunakan dengan tujuan hendak
mendorong pengembangan perilaku subjek yang dilayani menurut pilar 3R; Right,
Responsibility, dan Reality.
Konseling Realitas adalah
proses yang rasional, klien harus mampu menyadari bahwa konseling tidak mungkin membuat klien bahagia, melainkan tingkah laku klien yang responsible ; yaitu dengan menghadapi
kenyataan dan mengambil tanggung jawab atas dirinya sendiri.
9.
Konseling
Rasional-Emotif(Ellis)
Konseling
Rasional-Emotif bertujuan mengubah pemikiran yang tidak logis ; jika pemikiran
yang tidak logis tersebut diperangimaka klien akam mengubahnya, maksudnya
adalah memerangi pemikiran tidak rasional
pada diri klien yang melatar belakngi berbagai ketakutan /kecemasannya;
dan menggantinya dengan pemikiran yang rasional
Tehnik yang digunakan
dalam pendekatan Konseling Rasional-Emotif adalah konselor lebih bernuasa
otoratif dengan menggunakan tehnik-tehnik yang bersifat langsung persuasive,
sugestif, aktif, dan logis seperti pemberian nasehat, terapi kepustakaan,
pelaksanaan prinsip-prinsip belajar, konfrontasi langsung---hal ini untuk
mendorong klien beranjak dari pola pikir tidak rasional kerasional.
10. Pendekatan Konseling Pancawaskita
(Prayitno)
Pendekatan Konseling
Pancawaskita menekankan pentingnya penggantraan gatra pada diri subjek yang
dilayani. Gatra adalah sesuatu yang penuh arti; apa yang ada pada diri
subjek yang dilayani, termasuk tingkah
lakunya sehari-hari dibuat menjadi penuh arti.
Pancawaskita ;
kewaslitaan yang ada didalamya terkandung lima factor yang akan menjadi andalan
bagi keberhasilan konseling. Waskita merupakan sifat yang terpancar dalam kiat
dan kinerja yang penuh dengan keunggulan semangat disertai dengan: kecerdasan,
kekuatan, keterarahan, ketelitian, dan kearfbijaksanaan.
Kewaskitaan dalam
konseling akan dapat diperoelh melalui proses belajar terus menerus dan praktik
lapangan dalam menangani sejumlah besar klien dengan berbagai masalah yang
bervariasi.
B.
Tahap-Tahap
Kemampuan Belajar Pelayanan Konseling
1. Pragmatik
Kemampuan
pragmatik dalam pelayanan konselings ekedar mengandalkan pengalaman yang pernah
diperoleh tanpa mendasarkan sama sekali pada teori terrentu
2. Dogmatik
Pelayanan
konseling yang hanya mengandalkan satu teori saja untuk digunakan dala setiap
pengentassan masalah/ pelayanan konseling.
3. Sinkretik
Sinkretik
adalah pelayanan konseling yang didasarkan pada banyak teori. Bermnacam-macam teori dipelajari dan teori
itu secara acak diterapkan , tanpa memelih-kilih teori mana yang tepat
4. Eklektik
Pendekatan
eklektik yaitu dengan penguasaan terhadap berbagai teori dan pendekatan
konseling, mencari kelebihan dan keunggulannya dan menghindari kelemahannya
dalam pelaksanaan layanan konseling
5. Mempribadi
Pelayanan
konseling dengan pendekatan ekletik telah bernuasa positif yang memancar dari
diri pribadi konselor. Ciri-ciri pkonseling yang mempribadi:
a) Penguasan
yang mendalam terhadap sejumlah pendekatan/teorti konseling
b) Kemampuan
memilih dan menerapkan secara tepat pendekatan/teori beserta teknologinya untuk
menangani permaslahan klien,
c) Pemberian
warna pribadi yang khas sehingga tercipta praktik konseling yang benar-benar
ilmiah, tepat guna, produktif dan unik
C.
Tehnik Konseling
1. Tehnik
Umum
a. Penerimaaan
terhadap subjek yang (akan) dilayani
b. Sikka
dan jarak duduk
c. Kontak
mata
d. Tiga
M (mendengarkan dengan baik, memahami secara cermat, dan merspon secara tepat
dan positif)
e. Kontak
psikologis
f. Penstrukturan
g. Ajakan
berbicara
h. Dorongan
minimal
i.
Pertanyaan terbuka
j.
Refleksi ; isi dan perasaan
k. Penafsiran
l.
Penyimpulan
m. Keruntutan
n. Strategi
“ Pemfrustasian”
o. Strategi
“ tidak memaafkan”
p. Suasana
diam
q. Transferensi
dan kontra transferensi
r.
Tehnik eksperiensial
s. Interpretasi
penglaman masa lalu
t.
Asosiasi bebas
2. Tehnik
Khusus
a. Pemberian
informasi
b. Pemberian
contoh; umum dan pribadi
c. Ajakan
untuk memikirkan yang lain
d. Perumusan
tujuan
e. Peneguha
hasrat
f. Latihan
penenangan; sederhana dan penuh
g. Desensitisasi
dan sensitisasi
h. Kursi
kosong
i.
Permainanperan/dialog
j.
Latihan keluguan
k. Latihan
seksual
l.
Analisis transaksional
m. Analisis
gaya hidup
n. Pemberian
nasihat
o. Kontrak
D.
Jenis
Layanan
1.
Layanan
Orientasi
Layanan orientasi adalah salah satu layanan yang terdapat
dalam bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk mengenalkan lingkungan dan
suasana baru kepada klien. Orientasi berarti
tetapan ke depan ke arah dan tentang sesuatu yang baru. Layanan orientasi (ORIN)
berupaya “mengantarkan” individu untuk memasuki suasana atau lingkungan baru.
Melalui layanan ini individu mempraktikan berbagai kesempatan untuk memahami
dan mampu melakukan kontak secara konstruktif dengan berbagai elemen suasana
baru tersebut.
2.
Layanan
Informasi
Secara lebih jelas Prayitno (2004: 3) menjelaskan bahwa
tujuan khusus pemberian layanan informasi peserta didik memahami informasi
dengan berbagai seluk beluknya sebagai isi layanan. Penguasaan informasi
tersebut dapat digunakan untuk pemecahan masalah (apabila peserta yang
bersangkutan mengalaminya); untuk mencegah timbulnya masalah; untuk
mengembangkan dan memelihara potensi yang ada; dan untuk memungkinkan peserta
yang bersangkutan membuka diri dalam mengaktualisasikan hak-haknya.
3.
Layanan
Penempatan dan Penyaluran
Prayitno
(2004), penempatan dan penyaluran
merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan
penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program
latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik
dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. .
Tujuan
umum layanan penempatan dan penyaluran sebagaimana yang dikemukakan oleh
Prayitno dalam layanan penempatan dan penyaluran (2004: 3) adalah diperolehnya tempat
yang sesuai bagi individu untuk pengembangan potensi dirinya.
Sedangkan
tujuan khusus layanan penempatan dan penyaluran dikaitkan dengan fungsi-fungsi
bimbingan dan konseling yang diemban oleh layanan ini, yakni fungsi pemahaman,
fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pengembangan dan pemeliharaan,
serta fungsi advokasi.
4.
Layanan
Penguasaan Konten
Prayitno (2004: 2) mengatakan dalam Layanan penguasan
konten (PKO) merupakan layanan bantuan kepada individu (pribadi atau kelompok)
untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar..
Prayitno (2004:
2-3) menjelaskan tujuan umum diberikannya layanan ini adalah dikuasainya suatu
konten tertentu. Penguasaan konten ini perlu bagi individu atau klien untuk
menambah wawasan dan pemahaman,
mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu,
untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi permasalahannya. Dengan penguasaan
konten yang dimaksud itu individu yang bersangkutan lebih mampu menjalani
kehidupannya secara efektif (effective daily living).
5.
Layanan
Konseling Perorangan
Layanan konseling
perorangan menurut Prayitno (2004: 1) merupakan layanan konseling yang
diselenggarakan oleh seorang konselor atau Konselor sekolah terhadap seorang
klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien dan perkembangan dirinya. Konseling perorangan merupakan ‘jantung
hati’ layanan bimbingan dan konseling. Hal ini disebabkan oleh konseling
perorangan merupakan kunci dari semua kegiatan bimbingan dan konseling.
Kemampuan konselor dalam menguasai teknik-teknik konseling perorangan mempermudahnya
dalam menjalankan proses bimbingan dan konseling. Proses konseling perorangan
merupakan suatu hubungan yang tercipta antara konselor dengan klien demi
mencapai tujuan yang diharapkan.
6. Layanan Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling Kelompok
Prayitno (2004 :
310) menyatakan bahwa : kegiatan dalam bimbingan kelompok ialah pemberian informasi untuk keperluan tertentu
bagi para anggota kelompok.
Layanan bimbingan kelompok merupakan
layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui
dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu
untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk
pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan
tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan
(topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial,
serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika
kelompok. Sedangkan layanan konseling kelompok merupakan layanan yang
memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh
kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui
dinamika kelompok.
Senada dengan
penjelasan di atas, Prayitno dalam Layanan Bimbingan Kelompok dan
Konseling Kelompok, (2004: 1) menjelaskan bahwa :
BKp dan KKp
mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna
bagi pengembangan, pribadi dan/atau pemecahan masalah individu yang menjadi
peserta kegiatan kelompok. Dalam BKp dibahas topik-topik umum yang menjadi
kepedulian bersama anggota kelompok, sedangkan dalam KKp dibahas masalah
pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. Baik topik umum
maupun masalah pribadi itu dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang
intens dan konstruktif, diikuti oleh semua anggota di bnawah bimbingan pemimpin
kelompok (konselor).
7. Layanan Konsultasi
Prayitno dalam Layanan Konsultasi (2004: 1) menjelaskan
bahwa:
Layanan
konsultasi merupakan layanan yang dilaksanakan oleh konselor terhadap seorang
pelanggan, disebut konsulti yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara
yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi dan/atau permasalahan pihak
ketiga. Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara perorangan dalam format
tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan konsulti.
Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih kalau
konsulti-konsulti itu menghendakinya.
Layanan konsultasi
bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi
dan/atau permasalahan yang dialami pihak ketiga. Dalam hal ini pihak
ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga
permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu (setidak-tidaknya) sebahagian menjadi
tanggung jawab konsulti. Konsulti bisa saja orang tua, guru, wali kelas,
teman akrab dan saudara dekat lainnya.
8. Layanan Mediasi
Mediasi berasal
dari kata “media” yang berarti perantara atau penghubung. Dengan demikian
mediasi berarti kegiatan yang mengantarai atau menghubungkan dua hal yang
semula terpisah; menjalin hubungan antara dua kondisi yang berbeda; mengadakan
kontak sehingga dua hal yang semula tidak sama menjadi saling terkait.
Prayitno dalam Layanan Mediasi (2004:1) menjelaskan bahwa
layanan mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap
dua pihak (atau lebih) yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan
kecocokan. Ketidakcocokan itu menjadikan mereka saling berhadapan,
saling bertentangan, saling bermusuhan. Pihak-pihak yang bertentangan itu jauh
dari rasa damai, bahkan mungkin berkehendak saling menghancurkan. Keadaan yang
seperti itu akan merugikan kedua belah pihak (atau lebih).
Kegiatan pendukung yang terdiri dari 6
Kegiatan Pendukung antara lain:
a.
Aplikasi Instrumentasi
Yaitu kegiatan
mengumpulkan data dari peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi
berbagai instrumen baik tes maupun non tes.
b.
Himpunan Data
Yaitu kegiatan yang
menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik yang
diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, konferensi, terpadu dan
bersifat rahasia.
c.
Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan yang
membahas permasalahan-permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan data
d.
Kunjungan Rumah.
Yaitu kegiatan yang
memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskan masalah peserta didik
melalui pertemuan dengan orang tua, dan atau keluarganya.
e.
Tampilan Kepustakaan
Yaitu kegiatan yang
menyediakan berbagai bahan bacaan di pustaka yang dapat digunakan peserta didik
dalam mengembangkan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar dan karir /
jabatan.
f.
Alih Tangan Kasus
Yaitu kegiatan untuk memudahkan penanganan masalah peserta didik
kepihak lain sesuai dengan keahlian dan bidangnya.
E.
Standar
Prosedur Operasional
SPO untuk tiap jenis layanan adalah apa
yang disebut “prosedur lima-an” yaitu:
1.
Pengantaran
2.
Penjajagan
3.
Penafsiran
4.
Pembinaan
5.
Penilaian
F.
Format
Layanan
Format layanan dalam pelayanan konseling yaitu:
1. Format
individual
2. Format
kelompok
3. Format
klasikal
4. Format
lapangan
5. Format
kolaboratif
6. Format
jarak jauh
Format
individual, kelompok, dan klasikal terkait dengan jumlah subjek yang dilayani
serta tempat/dan suasana pelayanan. Sedangkan format lapangan, kolaboratif,
dan jarak jauh menyangkut lingkup
wilayan layanan dan peran pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Format lapangan
melibatkan sejumlah hal dilapangan, baik yang bersifat lingkungan fisik maupun
sosial –kebudayaan. Format kolaboratif memerankan pihak diluar subjek yang
dilayani dan konselor, dengan harapan pihak-pihak yang dimaksud itu dapat
memfasilitasi pengembangan KES dan penanganan KES –T subjek yang dilayani.
Format jarak jauh diselenggarakan dengan menggunakan sarana komunikasi jarak
jauh
KEPUSTAKAAN
Prayitno &
Erman Amti. 2004. Dasar- Dasar Bimbingan
dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
----------------------------.
1998. Konseling PANCAWAKITA. Kerangka
Konseling Eklektik. Padang. IKIP Padang
---------------------------.
2010. Modul Pendididikan Profesi Guru.
Modul Kedua. Padang : UNP Press
-------------------------. 2009. Wawasan Profesional Konseling. Padang:
UNP Press
Taufik. 2009. Model-Model Konseling. Padang; UNP Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar