Jumat, 21 Maret 2014

Manajemen BK di SMA




A.    Karakteristik Sekolah Menengah Atas
Sekolah menengah atas (SMA) adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang menyelenggarakan program pendidikan tiga tahun setelah sekolah menengah pertama (SMP). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan pada pasal 1 ayat 13 menyatakan bahwa:
Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa peserta didik  SMA adalah peserta didik yang telah menamatkan pada pendidikan tingkat SMP. Untuk lebih mengetahui karakteristik pada siswa SMA, dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:
1.      Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan di SMA pada dasarnya diberlandaskan pada tujuan dari pendidikan nasional. Selain itu juga pendidikan di SMA dilaksanakan untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, yaitu:
a.       Memiliki kekuatan spiritual keagamaan
b.      Pengendalian diri
c.       Kepribadian yang kuat, mantap, dan baik
d.      Kecerdasan
e.       Dan keterampilan
Tujuan pendidikan tersebut pada intinya adalah agar peserta didik di SMA mampu berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
            Tujuan pendidikan nasiona tersebut, menjadikan landasan terhadap tujuan khusus penyelenggaraan pendidikan di SMU, yang menurut Prayitno (1997: 47) adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi dan  kesenian.
2.      Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan

2.      Kurikulum
Kurikulum dalam pengertian sederhana adalah sejumlah mata pelajaran yang diikuti peserta didik.  Menurut Undang-undang  No 20 tahun 2003 tentang  Sisdiknas pasal 1 Butir 19 disebutkan bahwa:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

Di Indonesia kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)  telah diterapkan pada satuan pendidikan dasar dan menengah.  Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, memuat tiga komponen kurikulum, yaitu a) Komponen mata pelajaran, b) komponen muatan lokal,                      dan ) komponen pengembangan diri yang meliputi dua sub-komponen yaitu pelayanan konseling dam kegiaatn ekstra kurikuler.

Kurikulum di SMA dususun untuk mencapai tujuan pendidikan di SMA, yang akan membekali wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang berguna untuk mempersiapkan diri hidup dalam kehidupan berbangsa an bernegara serta mempersiapkan kejenjang pendidikan lebih lanjut.

3.      Peserta Didik SMA
Siswa SMA tahap perkembangannya termasuk pada tahap perkembangan remaja, pada tahap perkembangan remaja ini (Hurlock 1980: 10) mengemukakan tugas-tugas perkembangan dari remaja yakni:
1). Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, 2). Mencapai peran sosial pria dan wanita, 3). Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, 4). Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, 5). Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, 6). Mempersiapkan karir ekonomi, 7). Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, 8). Memperoleh perangkat nilai dan system etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. 
Tugas perkembangan yang dikemukakan oleh Hurlock di atas dapat diterapkan sebagai tugas perkembangan siswa SMA. Sejalan dengan konsep di atas Cole (dalam Zuwana, 2008: 21) menyatakan periodesasi perkembangan manusia sebagai berikut:
Tabel 1. Periodesasi Perkembangan Manusia
Periode
Umur
Infancy
Early Children
Middle Childhood

Pre-Adolescence or Late-childhood

Early Adolescence

Middle Adoslence

Late Adolescence

Early Adulthood
Middle Adulth
Late Adulthood
Birth to 2 years
2-6 years
6 to 11 years (girls)
6 to 13 years (boys)
11 to 13 years (girls)
13 to 15 years (boys)
13-15 years (girls)
15 to 17 years (boys)
15-18 years (girls)
17-19 years (boys)
18-21 years (girls)
19-21 years (boys)
21 to 35 years
35 to 50 years
50 to 65 years
Dikutip dari Zuwana (2008:21)
Berdasarkan periodesasi perkembangan manusia di atas, siswa SMA yang rata-rata berada pada usia antara 15-19 tahun berada pada masa remaja madya (middle adolescence). Selanjutnya menurut Panduan Umum Pelayanan bimbingan konseling Berbasis Kompetensi Zuwana, 2008: 22) telah diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA yakni:
1.      Mencapai kematangan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
3.      Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat.
4.      Mengembangkan penguasan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
5.      Mencapai kematangan dalam pilihan karir.
6.      Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
7.      Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga
8.      Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial
9.      Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai individu, dan anggota keluarga, masyarakat, serta sebagai warga negara
B.     Permasalahan pendidikan di SMA
Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah, pemasalahan pendidikan disekolah, khususnya di SMA adalah lebih berorientasi terhadap perkembangan aspek intelektual peserta didik. Tentunya hal ini berimplikasi terhadap kurikulum sekolah yang lebih memberatkan kepada aspek pembelajaran, dan mengesampingkan aspek pengembangan diri.
Ketika kondisi tersebut menjadi sebuah prioritas dalam proses pendidikan di SMA, maka peserta didik akan pintar dalam segi akademik, namun rendah kualitas etika, moral, toleransi, tenggang rasa, dan tanggung jawab. Indikatornya adalah banyak siswa SMA terlibat aksi tawuran, prilaku seks bebas, merokok, narkotika, dan ada juga yang terlibat kasus pidana.
Penyebab hal tersebut terjadi adalah selama hampir satu hari disekolah, peserta didik dijejali dengan berbagai materi pelajaran namun aspek lainnya terabaikan. Layaklah mereka merasa jenuh, bosan, dan sering terganggu kondisi emosional yang mengakibatkan prilaku menyimpang. Hal ini pernah di bahas oleh Prof Ja’al dari Universitas Negeri Jakarta (pada suatu talk show di TVRI) bahwa perbedaan kualitas pendidikan diIndonesia dengan pendidikan di Malaysia adalah pada karakter pada moralitas peserta didiknya.
Permasalahan pendidikan tersebut sebenarnya tidak harus muncul ketika praktisi pendidikan memahami konsep pendidikan secara benar, dan  ketiga komponen dalam kurikulum (Pembelajaran, Muatan lokal,  serta Bimbingan  dan Konseling) memperoleh prioritas dan porsi yang sama.  Permasalahan pendidikan yang menyangkut moralitas dan sikap peserta didik menunjukan masih rendahnya kualitas pendidikan diIndonesia. Dan mengakibatkan lulusan dari SMA masih dipertanyakan kompetensi yang  dimilikinya secara utuh dan komprehensif.
C.    Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA
Manajemen merupakan suatu tindakan usaha mencapai tujuan melalui menggerakkan oran-oran lain. Dengan demikian manajeman berkaitan dengan menggerakkan tenaga manusia dan fasilitas yang ada kearah pencapaian tujuan. Mnurut George R. Terry dalam (Budi Purwoko, 2008: 8) manajemen memiliki empat fungsi utama yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling yang kesemuanya itu saling terkait dan mendukung dalam pencapaian tujuan.. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh konselor /guru BK dengan memanfaatkan sarana dan prasarana pendukung dalam kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai tujuan pelaksanaan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan.
Pada satuan pendidikan diSMA manajemen bimbingan dan konseling pada setiap aspeknya berorientasi kebutuhan dan tugas perkembangan siswa.  Manajemen bimbingan dan konseling di SMA meliputi:
a.       Konselor/guru BK sebagai penyelenggara layanan
b.      Program Layanan BK, yang terdiri dari program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian.
c.       Waktu layanan
d.      Sarana dan prasarana
e.       Unsur-unsur BK, yaitu:
1)   Bidang-bidang bimbingan, yaitu:
a.       Bimbingan pribadi
b.      Bimbingan sosial
c.       Bimbingan belajar
d.      Bimbingan karir
e.       Bimbingan keluarga
f.       Bimbingan agama
2)      Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling, yaitu layanan:
1.      Layanan orientasi
2.      Layanan informasi
3.      Penempatan dan penyaluran
4.      Layanan penguasaan konten
5.      Layanan konseling perorangan
6.      Layanan bimbingan kelompok
7.      Layanan konseling kelompok
8.      Layanan mediasi dan
9.      Layanan konsultasi
3)      Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:
a)      Aplikasi instrumentasi
b)      Himpunan data
c)      Konferensi kasus
d)     Kunjungan rumah
e)      Alih tangan kasus dan
f)       Tampilan kepustakaan
Isi dari manajeman BK tersebut dalam implementasinya harus menerapkan prinsip POAC, sehingga akan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.


D.    Peranan Manajemen Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Pendidikan di SMA
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 6 menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, sebagaimana juga guru, dosen, pamong belajar, widiyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator. Istilah konselor secara resmi digunakan di dalam UU No. 20/2003 dengan menyatakan bahwa ”Konselor adalah Pendidik” di dalam Permendiknas No. 22/2005 dinyatakan juga bahwa konselor adalah pelaksana konseling di sekolah dan Madrasah (dalam Prayitno, 2007: 36).
Sebagai pendidik, konselor atau guru BK sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada satuan pendidikan SMA.  Konselor sebagai sebagai pendidik, yang dengan objek praktis spesifiknya memiliki peran yang sangat besar dalam mengembangkan potensi diri peserta didik,. Objek praktis spesifik konselor sebagai pendidik jelas berbeda dengan objek praktis guru mata pelajaran. Objek praktis konselor adalah mengembangkan kehidupan efektif sehari-hari (KES), dan menangani kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES –T) peserta didik. Objek praktis konselor jelas sangat berbeda dengan guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran membantu siswa mengembangkan potensinya melalui pengembangan penguasaan materi pelajaran (PMP) dan penanganan penguasaan materi layanan yang terganggu (PMP-T)  (Prayitno, 2010: 29).
Pengembangan KES dan penanganan KES_T peserta didik oleh konselor  pada hakekatnya diwujudkan dalam proses pembelajaran, yang secara spesifik oleh  konselor diselenggarakan dengan format pelayanan konseling. Melalui pelayanan konseling, konselor mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik.
Melalui pelayan konseling juga konselor membangun kondisi belajar  untuk peserta didik agar mampu menemukenalkan dirinya dan mampu mengentaskan setiap permasalahan yang menghambat kefektifan kehidupannya sehari-hari.
Rendahnya kualitas pendidikan SMA  adalah terletak pada moralitas, akhlak, dan kompetensi yang rendah dari peserta didiknya. Bimbingan dan konseling melalui program yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan dan permasalahan siswa akan sangat membantu siswa untuk menjadi pribadi yang efektif, mandiri, kreatif sehingga secara optimal akan mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, baik secara intelektual, afeksinya, motorik, dan juga iman dan takwanya.
Selan itu, malalui pelayanan konseling yang  profesonal, konselor akan menjadi fasilitator peserta didik dalam mengembangkan kemampuanya dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal. Mampu menjadi pribadi yang toleransi, mengharagai perbedaan, tenggang rasa, dan mampu mengelola emosinya.
Peserta didik yang memiliki segenap kemampuan dan kompetensi tersebut merupakan peserta didik yang berkualitas secara intelektual, emosional, dan spritual. Peserta didik yang berkualitas menunjukan kualitas proses pendidikan yang diikutinya. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan dengan manajemem yang profesional, akan sangat mendukung kualitas pendidikan terutama pada satuan pendidikan di SMA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar