A.
Karakteristik
Sekolah Menengah Atas
Sekolah menengah atas (SMA) adalah
bentuk satuan pendidikan menengah yang menyelenggarakan program pendidikan tiga
tahun setelah sekolah menengah pertama (SMP). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan pada pasal 1 ayat 13 menyatakan bahwa:
Sekolah Menengah Atas, yang
selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai
lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa peserta didik SMA adalah peserta didik yang telah
menamatkan pada pendidikan tingkat SMP. Untuk lebih mengetahui karakteristik
pada siswa SMA, dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:
1.
Tujuan
pendidikan
Tujuan
pendidikan di SMA pada dasarnya diberlandaskan pada tujuan dari pendidikan
nasional. Selain itu juga pendidikan di SMA dilaksanakan untuk menunjang
tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, yaitu:
a. Memiliki
kekuatan spiritual keagamaan
b. Pengendalian
diri
c. Kepribadian
yang kuat, mantap, dan baik
d. Kecerdasan
e.
Dan keterampilan
Tujuan pendidikan tersebut pada
intinya adalah agar peserta didik di SMA mampu berguna bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Tujuan
pendidikan nasiona tersebut, menjadikan landasan terhadap tujuan khusus
penyelenggaraan pendidikan di SMU, yang menurut Prayitno (1997: 47) adalah
sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi
dan kesenian.
2. Meningkatkan
kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan
2.
Kurikulum
Kurikulum
dalam pengertian sederhana adalah sejumlah mata pelajaran yang diikuti peserta
didik. Menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 Butir 19 disebutkan bahwa:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu
Di
Indonesia kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) telah diterapkan pada satuan pendidikan dasar
dan menengah. Pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Nomor 23 tahun 2006
tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah,
memuat tiga komponen kurikulum, yaitu a) Komponen mata pelajaran, b) komponen
muatan lokal, dan ) komponen pengembangan diri yang meliputi
dua sub-komponen yaitu pelayanan konseling dam kegiaatn ekstra kurikuler.
Kurikulum
di SMA dususun untuk mencapai tujuan pendidikan di SMA, yang akan membekali
wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang berguna untuk
mempersiapkan diri hidup dalam kehidupan berbangsa an bernegara serta
mempersiapkan kejenjang pendidikan lebih lanjut.
3.
Peserta
Didik SMA
Siswa SMA tahap perkembangannya
termasuk pada tahap perkembangan remaja, pada tahap perkembangan remaja ini
(Hurlock 1980: 10) mengemukakan tugas-tugas perkembangan dari remaja yakni:
1). Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan
teman sebaya baik pria maupun wanita, 2). Mencapai peran sosial pria dan
wanita, 3). Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif,
4). Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, 5).
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya,
6). Mempersiapkan karir ekonomi, 7). Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, 8).
Memperoleh perangkat nilai dan system etis sebagai pegangan untuk berperilaku
mengembangkan ideologi.
Tugas perkembangan yang
dikemukakan oleh Hurlock di atas dapat diterapkan sebagai tugas perkembangan
siswa SMA. Sejalan dengan konsep di atas Cole (dalam Zuwana, 2008: 21) menyatakan periodesasi
perkembangan manusia sebagai berikut:
Tabel 1. Periodesasi Perkembangan Manusia
Periode
|
Umur
|
Infancy
Early Children
Middle Childhood
Pre-Adolescence or Late-childhood
Early Adolescence
Middle Adoslence
Late Adolescence
Early Adulthood
Middle Adulth
Late Adulthood
|
Birth to 2 years
2-6 years
6 to 11 years (girls)
6 to 13 years (boys)
11 to 13 years (girls)
13 to 15 years (boys)
13-15 years (girls)
15 to 17 years (boys)
15-18 years (girls)
17-19 years (boys)
18-21 years (girls)
19-21 years (boys)
21 to 35 years
35 to 50 years
50 to 65 years
|
Dikutip dari
Zuwana (2008:21)
Berdasarkan
periodesasi perkembangan manusia di atas, siswa SMA yang rata-rata berada pada
usia antara 15-19 tahun berada pada masa remaja madya (middle adolescence).
Selanjutnya menurut Panduan Umum Pelayanan bimbingan konseling Berbasis
Kompetensi Zuwana, 2008: 22) telah diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA
yakni:
1.
Mencapai kematangan dalam beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Mencapai kematangan dalam hubungan dengan
teman sebaya, serta kematangan dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
3.
Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah
yang sehat.
4.
Mengembangkan penguasan ilmu, teknologi dan seni
sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan
tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
5.
Mencapai kematangan dalam pilihan karir.
6.
Mencapai kematangan gambaran dan sikap
tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
7.
Mencapai kematangan gambaran dan sikap
tentang kehidupan berkeluarga
8.
Mengembangkan kemampuan
komunikasi sosial
9.
Mencapai kematangan dalam
sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai individu, dan anggota
keluarga, masyarakat, serta sebagai warga negara
B.
Permasalahan
pendidikan di SMA
Sebagaimana
telah diuraikan dalam latar belakang masalah, pemasalahan pendidikan disekolah,
khususnya di SMA adalah lebih berorientasi terhadap perkembangan aspek intelektual
peserta didik. Tentunya hal ini berimplikasi terhadap kurikulum sekolah yang
lebih memberatkan kepada aspek pembelajaran, dan mengesampingkan aspek
pengembangan diri.
Ketika
kondisi tersebut menjadi sebuah prioritas dalam proses pendidikan di SMA, maka
peserta didik akan pintar dalam segi akademik, namun rendah kualitas etika,
moral, toleransi, tenggang rasa, dan tanggung jawab. Indikatornya adalah banyak
siswa SMA terlibat aksi tawuran, prilaku seks bebas, merokok, narkotika, dan
ada juga yang terlibat kasus pidana.
Penyebab
hal tersebut terjadi adalah selama hampir satu hari disekolah, peserta didik
dijejali dengan berbagai materi pelajaran namun aspek lainnya terabaikan.
Layaklah mereka merasa jenuh, bosan, dan sering terganggu kondisi emosional
yang mengakibatkan prilaku menyimpang. Hal ini pernah di bahas oleh Prof Ja’al
dari Universitas Negeri Jakarta (pada suatu talk show di TVRI) bahwa perbedaan
kualitas pendidikan diIndonesia dengan pendidikan di Malaysia adalah pada
karakter pada moralitas peserta didiknya.
Permasalahan
pendidikan tersebut sebenarnya tidak harus muncul ketika praktisi pendidikan
memahami konsep pendidikan secara benar, dan
ketiga komponen dalam kurikulum (Pembelajaran, Muatan lokal, serta Bimbingan dan Konseling) memperoleh prioritas dan porsi
yang sama. Permasalahan pendidikan yang
menyangkut moralitas dan sikap peserta didik menunjukan masih rendahnya
kualitas pendidikan diIndonesia. Dan mengakibatkan lulusan dari SMA masih
dipertanyakan kompetensi yang dimilikinya
secara utuh dan komprehensif.
C.
Manajemen
Bimbingan dan Konseling di SMA
Manajemen
merupakan suatu tindakan usaha mencapai tujuan melalui menggerakkan oran-oran
lain. Dengan demikian manajeman berkaitan dengan menggerakkan tenaga manusia
dan fasilitas yang ada kearah pencapaian tujuan. Mnurut George R. Terry dalam
(Budi Purwoko, 2008: 8) manajemen memiliki empat fungsi utama yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling yang kesemuanya itu saling
terkait dan mendukung dalam pencapaian tujuan.. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh konselor /guru BK dengan memanfaatkan sarana dan prasarana
pendukung dalam kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai tujuan pelaksanaan
bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan.
Pada
satuan pendidikan diSMA manajemen bimbingan dan konseling pada setiap aspeknya
berorientasi kebutuhan dan tugas perkembangan siswa. Manajemen bimbingan dan konseling di SMA
meliputi:
a.
Konselor/guru BK
sebagai penyelenggara layanan
b.
Program Layanan BK,
yang terdiri dari program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian.
c.
Waktu layanan
d.
Sarana dan prasarana
e.
Unsur-unsur BK, yaitu:
1) Bidang-bidang bimbingan, yaitu:
a.
Bimbingan pribadi
b.
Bimbingan sosial
c.
Bimbingan belajar
d.
Bimbingan karir
e.
Bimbingan keluarga
f.
Bimbingan agama
2)
Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling, yaitu
layanan:
1.
Layanan orientasi
2.
Layanan informasi
3.
Penempatan dan penyaluran
4.
Layanan penguasaan konten
5.
Layanan konseling perorangan
6.
Layanan bimbingan kelompok
7.
Layanan konseling kelompok
8.
Layanan mediasi dan
9.
Layanan konsultasi
3)
Kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling, yaitu:
a)
Aplikasi instrumentasi
b)
Himpunan data
c)
Konferensi kasus
d)
Kunjungan rumah
e)
Alih tangan kasus dan
f)
Tampilan kepustakaan
Isi
dari manajeman BK tersebut dalam implementasinya harus menerapkan prinsip POAC,
sehingga akan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
D.
Peranan
Manajemen Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Pendidikan di SMA
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 Butir 6 menegaskan bahwa konselor adalah pendidik,
sebagaimana juga guru, dosen, pamong belajar, widiyaiswara, tutor, instruktur,
dan fasilitator. Istilah konselor secara resmi digunakan di dalam UU No. 20/2003
dengan menyatakan bahwa ”Konselor adalah Pendidik” di dalam Permendiknas No.
22/2005 dinyatakan juga bahwa konselor adalah pelaksana konseling di sekolah
dan Madrasah (dalam Prayitno, 2007: 36).
Sebagai pendidik, konselor atau
guru BK sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada satuan
pendidikan SMA. Konselor
sebagai sebagai pendidik, yang dengan objek praktis spesifiknya memiliki peran
yang sangat besar dalam mengembangkan potensi diri peserta didik,. Objek praktis
spesifik konselor sebagai pendidik jelas berbeda dengan objek praktis guru mata
pelajaran. Objek praktis konselor adalah mengembangkan kehidupan efektif
sehari-hari (KES), dan menangani kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu
(KES –T) peserta didik. Objek praktis konselor jelas sangat berbeda dengan guru
mata pelajaran. Guru mata pelajaran membantu siswa mengembangkan potensinya
melalui pengembangan penguasaan materi pelajaran (PMP) dan penanganan
penguasaan materi layanan yang terganggu (PMP-T) (Prayitno, 2010: 29).
Pengembangan KES
dan penanganan KES_T peserta didik oleh konselor pada hakekatnya diwujudkan dalam proses
pembelajaran, yang secara spesifik oleh
konselor diselenggarakan dengan format pelayanan konseling. Melalui
pelayanan konseling, konselor mengembangkan potensi dan kemampuan peserta
didik.
Melalui pelayan konseling juga
konselor membangun kondisi belajar untuk
peserta didik agar mampu menemukenalkan dirinya dan mampu mengentaskan setiap
permasalahan yang menghambat kefektifan kehidupannya sehari-hari.
Rendahnya
kualitas pendidikan SMA adalah terletak
pada moralitas, akhlak, dan kompetensi yang rendah dari peserta didiknya.
Bimbingan dan konseling melalui program yang disusun dengan memperhatikan
kebutuhan dan permasalahan siswa akan sangat membantu siswa untuk menjadi
pribadi yang efektif, mandiri, kreatif sehingga secara optimal akan mampu
mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, baik secara intelektual,
afeksinya, motorik, dan juga iman dan takwanya.
Selan itu,
malalui pelayanan konseling yang
profesonal, konselor akan menjadi fasilitator peserta didik dalam
mengembangkan kemampuanya dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal. Mampu
menjadi pribadi yang toleransi, mengharagai perbedaan, tenggang rasa, dan mampu
mengelola emosinya.
Peserta didik
yang memiliki segenap kemampuan dan kompetensi tersebut merupakan peserta didik
yang berkualitas secara intelektual, emosional, dan spritual. Peserta didik
yang berkualitas menunjukan kualitas proses pendidikan yang diikutinya. Dengan
demikian, pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan dengan manajemem
yang profesional, akan sangat mendukung kualitas pendidikan terutama pada
satuan pendidikan di SMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar