Senin, 24 Maret 2014

PERKEMBANGAN DAN PRAKTIK BIMBINGAN DAN KONSELING DI ASIA



PERKEMBANGAN DAN PRAKTIK
BIMBINGAN DAN KONSELING DI ASIA



A.Pendahuluan

Bimbingan dan Konseling sebagai profesi pertama kali lahir diAmerika pada awal abad XX, yaitu ketika Frank Parson membuka klinik di Boston untuk memberi pengarahan kepada para pemuda memperoleh pekerjaan yang sesuai. Pada tahun 1950 an bidang ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, bukan hanya dalam bidang pekerjaan tetapi merambah pada bidang-bidang pendidikan. Rehabilitasi, kerumah tanggaan, penanganan tindak kriminal, kenakalan remaja, juga di rumah sakit, pabrik-pabrik dan bahkan di rumah militer.
            Dari segi wilayah geografi, bimbingan dan konseling tidak lagi tidak lagi terbatas hanya di Amerika, tetapi berkembangan menjalar ke Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Australia. Tahun 1970-1980 bimbingan dan Konseling masuk ke dalam kurikulum Sekolah Menengah di negeri-negeri yang mengambil sistem pendidikan Barat.
            Perkembangan BK di Asia pun berawal/ dimulai dari para ilmuan yang belajar dinegara Amerika Serikat. Para ilmuan tersebut mengembangkan ilmu yang mereka dapatkan dinegara asal bimbingan dan konseling tersebut setelah mereka menamatkan pendidikannya. Dalam perkembangan selanjutnya, para ilmuan bimbingan dan konseling tersebut melakukan modifikasi dan pembaharuan terhadap ilmu bimbingan dan konseling sesuai dengan culture  dan karakteristik Negara mereka masing –masing. Untuk lebih memahami bagaimana perkembangan dan praktik bimbingan dan konseling diAsia, berikut pemakalah sajikan beberapa Negara yang telah cukup mantap dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, baik dalam seting pendidikan, karir/vocational, keluarga, dan sosial.



B. Pembahasan

1.      Bimbingan dan Konseling di Jepang
Sejarah  Perkembangan Konseling di jepang

Konseling sekolah awalnya dikembangkan dalam bidang pendidikan dan budaya kerja. Fokus utamanya adalah menterapi siswa yang mempunyai masalah individual. Menurut Asian Journal of counseling, 2008, vol. 15 No.2 (Professional Counselling ASSPCIATION 2009) perkembangan konseling dijepang Th. 1947 diterapkannya BK di SLP dan SLA.  Pada awal mulanya hal dipengaruhi dari besarnya minat siswa dari SLP (96% ) yang ingin melanjutkan ke high school.
Pada pelaksanaanya BK terintegrasi kedalam tugas semua guru. Namun secara spesifik guru BK dijepang memiliki tugas khusus  yaitu home visits. Selama home visits memberikan konsultasi kepada siswa dan orang tuanya.
 Pada pertengahan Th. 1950 dibukalah “Kyoto Counselling Center. Melayani konsultasi dan terapi anak-anak (terapi bermain untuk anak-anak). Pada tahun tersebut, bersamaan dengan Carl Roger’s yang menerapkan Client Centered Therapy  untuk kesehatan mental melalui pendekatan non-directive approach. Dengan demikian pada Th. 1960 Client Centered Therapy menjadi fokus pemberian layanan individual di sekolah. Untuk menjadi wadah dari peningkatan profesionalitas guru BK dan sebagai wadah organisasi BK, pada Th. 1965 organisasi profesi “ School Educatian Counselling and Guidance Association” terbentuk  sebagai wujud BK di sekolah.

2.      Bimbingan dan Konseling Di Thailand
Di Thailand, konseling sekolah sering menggabungkan antara saran-pemberian oleh guru. Perkembangan konseling di Thailand tidak terlepas dari pengaruh Budhisme. Pengaruh Buddhisme pada pelatihan konselor dan praktek, isu-isu profesional seperti lisensi, organisasi profesi, dan hubungan antara konselor dan ahli kejiwaan yang lain diringkas. Peran konselor dalam bencana politik dan alam yang baru-baru ini disorot, seiring dengan pentingnya mengadaptasi pelatihan konselor Barat dan praktek pelayanan untuk lebih memenuhi kebutuhan penduduk Thailand.

Masalah professional konselor
Sebagai refleksi dari perkembangan konseling dan psikologi di Thailand, Asosiasi Psikologi Thailand  dan Asosiasi Bimbingan Thailand  didirikan pada tahun 1977 . Meskipun Asosiasi Psikologi Thailand  dan Asosiasi Bimbingan Thailand sudah  aktif, kebanyakan konselor dan konseling psikolog masih berafiliasi dengan  Asosiasi psikologi Thailand, serta dengan organisasi profesi lainnya, seperti Asosiasi Konseling Amerika, American Psychological Association, dan Asosiasi Psikologi Konselor Pendidikan dan Asia Pasifik. Setelah mereka mendapatkan gelar sarjana, psikolog klinis yang memenuhi syarat untuk menjadi psikolog berlisensi di Thailand. Jika mereka memiliki rujukan dari psikiater, psikolog klinis yang berlisensi untuk menyediakan layanan tes psikologi. Tidak ada sertifikasi atau lisensi untuk konselor pada setiap tingkat derajat.

 Layanan Konseling
Dalam beberapa tahun terakhir, layanan konseling di Thailand telah menerima pengakuan meningkat karena tantangan nasional beberapa krisis. Pertama, sejak tahun 1994, tingkat prevalensi HIV / AID telah meningkat ayanan konseling

sumber: Jurnal Konseling dan Pengembangan: JCD 
Penulis: Tuicomepee, Arunya 
Tanggal diterbitkan: 1 Juli 2012 


3.      PERKEMBANGAN BK PAKISTAN  
Perkembang bimbingan dan konseling di Pakistan diawali oleh pemikiran-pemikiran Islam. Analisis model islam mengenai perubahan dan penyelidikan hubungan antara etika kerja islam dan perkembangan organisasi. Pada praktik  bimbingan dan konseling di Pakistan, pandangan yang dianut yaitu, “  Jika Nilai   Penerimaan konseling sebagai suatu kebutuhan, maka nilai islam diidentifikasi dan dipahami secara benar maka akan memfasilitasi perubahan dan perkembangan organisasi.

4.      Perkembangun  BK di CINA
 Awal Permulaan banyak diwarnai oleh teori dari Amerika dan Eropa. Perkembangannya diawali dari ilmuan BK cina yang telah menamatkan pendidikan di AS. Namun setelah mereka membuka praktik konseling di Negaranya, para konselor tersebut dalam perkembangan selanjutnya lebih banyak  dipengaruhi oleh tradisi mereka sendiri dan peradaban purbakala dan kebudayaan, pikiran modern barat, dan struktur politik masa kini. Konsep terpenting dari pelaksanaan BK di cina adalah “ Arti manusia ditemukan dalam hubungan-hubungan interpersonal.

5.      PERKEMBANGAN BK DI MALAYSIA
         Konseling Malaysia dimulai dengan bimbingan sekolah pada tahun 1960 dan kini telah mencapai pengakuan sebagai profesi di sekolah dan seting kehidupan masyarakat. Konseling di Malaysia terus menghadapi tantangan dalam pelatihan, layanan, dan profesional
Pada tahun 1963, Kementerian Pendidikan Malaysia menyatakan bahwa  pentingnya bimbingan sekolah di sekolah-sekolah. Bimbingan menjadi bagian integral pendidikan yang bertujuan untuk mempromosikan atau merangsang bertahap pengembangan kemampuan untuk membuat keputusan secara independen dari siswa/individu. Namun, karena kurangnya sumber daya keuangan dan manusia, pelaksanan bimbingan menjadi tidak berjalan dengan efektif. Namun,  pada 1980-an program BK telah dilaksanakan kembali, hal itu disebabkan karena masalah narkoba kalangan pemuda di Malaysia meningkat dan Departemen Pendidikan dimalaysia mengumumkan kebutuhan guru bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah.
Hal tersebut diatas menyebabkan para kepala sekolah menengah untuk membenahi prioritas mereka untuk menyertakan kegiatan bimbingan dan konseling melalui pengangkatan guru bimbingan dan konseling. Guru-guru ini menerima beban mengajar  Pada pelaksanaanya disekolah guru BK berperan ganda yaitu sebagai guru dan konselor. Namun, pada  tahun  1996 Departemen Pendidikan menerapkan aturan konselor sekolah secara utuh melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling .Pada tahun 2000, setiap sekolah menengah setidaknya harus memiliki satu konselor yang bekerja secara utuh dalam melaksanakan konseling.
Pada tahun 1998, konseling di Malaysia mencapai besar pertama  tonggak menuju profesionalisasi dan memperoleh legitimasi  ketika parlemen mengesahkan Undang-Undang Konselor 1998 (UU 580, Komisaris Hukum Revisi dan Percetakan Nasional Malaysia Bhd, 2006) untuk mengatur praktek profesional konseling.
Dalam 10 tahun terakhir, perkembangan konseling di Malaysia telah mengalami lonjakan pertumbuhan yang luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan (A) peningkatan jumlah program pendidikan konselor yang mencakup pelatihan doktor di universitas negeri dan master-tingkat program penyuluhan di sekolah swasta atau kampus luar negeri asing; (b) perhatian yang lebih besar diberikan kepada kesehatan mental dan dipublikasikan melalui media cetak dan media elektronik nasional, (c) peningkatan jumlah kegiatan  konseling terkait lokakarya, seminar, dan konferensi (misalnya, hipnoterapi, pemrograman neurolinguistik, terapi keluarga, bermain Terapi), dan (d) lisensi melembagakan untuk konseling.


6.      Perkembangan Bk Di Korea Selatan
Konseling sekolah di Korea Selatan menghadapi tantangan baru dalam implementasi. Meskipun peningkatan pesat dalam jumlah sekolah konselor, namuns secara umum pada pelatihan, etika standar, peran identitas, model konseling, dan struktur untuk konselor sekolah belum tercapai
 Sekolah konseling di Korea Selatan mencerminkan perubahan terus menerus dan progresif perkembangnnya, seperti halnya negara-negara Asia lainnya. Sekolah konseling di Korea Selatan telah dimulai pada tahun 1950-an ketika Amerika Serikat mengirimkan Delegasi pendidikan di Korea Selatan.  Selama tiga kunjungan 1952-1962, Delegasi pendidikan Amerika Serikat mengajarkan kepada pendidik Korea tentang teori bimbingan dan konseling yang baru dan metode yang berbeda dari pendekatan ilmu tradisional yang selama ini pendidik korea selatan laksanakan.
Kegiatan ini memunculkan gerakan-gerakan progresif yang memprakarsai UU Pendidikan 1963 dari Departemen Pendidikan (sekarang Departemen Pendidikan, Sains dan Teknologi [MEST]) pada tahun 1963. Undang-Undang Pendidikan tahun 1963 menyatakan, antara lain, bahwa "sekolah menengah dan tinggi perlu memiliki guru bimbingan. Meskipun ini kebijakan pendidikan yang menjadikan pedoman yang menjadi awal  masuknya konseling dan guru bimbingan di sekolah, namun dalam pelaksaanya program bimbingan disekolah masih belum jelas dan kurang terarah. Berdasarkan kondisi tersebut, pada tahun 1990, Departemen Pendidikan merubah nama guru bimbingan menjadi guru konseling karir.

Konselor sekolah di Korea Selatan

Berdasarkan regulasi yang telah mengatur setiap sekolah harus memiliki konselor sekolah. Maka sekolah sekolah dikorea selatan banyak mempekerjakan konselor secara paruh waktu, tetapi sebagian besar bersertifikat konselor. Karena mereka bekerja paruh waktu, maka mereka perlu mengajar sekitar 18 jam. Olekarena itu, banyak guru BK berfikir  sertifikasi ini baru sebagai langkah menuju menjadi kepala sekolah dan memilih untuk bekerja di bagian administrasi.
Pada tahun 2004, Departemen Pendidikan dan peningkatanm Sumber Daya Manusia mengetahui masalah ini dan menetapkan bahwa guru BK secara full time sangat dibutuhkan disekolah. Pada saat itu undang-undang pendidikan direvisi yang berisikan perhatian yang lebih besar kepada bimbingan dan konseling. UU ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap profesi guru BK.






C. Kesimpulan
            Perkembangan dan praktik bimbingan dan konseling di Asia tidak terlepas dari pengaruh ilmu bimbingan dan konseling dinegara asalnya yaitu Amerika Serikat. Masuk dan perkembangan bimbingan dan konseling di Asia dibawa oleh para ilmuan yang telah menamatkan pendidikannya di Amerika Serikat. Namun dalam praktik konseling, para akademisi dan ilmua BK tersebut melakukan inovasi dan modifikasi teori konseling yang didasarkan pada karakteristik dan budaya dari negara meraka masing-masing.
            Perkembangan bimbingan dan konseling di Asia mengalami banyak dinamika. Pada tahun-tahun awal masuknya BK dinegara-negara Asia. Perkembangan  bimbingan dan konseling mendapat beberapa hambatan, baik itu regulasi, ketidaktahuan praktisi dan juga disebabkan ketidakpahaman siswa dan masyarakat akan kondisi interaksi sosial disekolah.



Jumat, 21 Maret 2014

Manajemen BK di SMA




A.    Karakteristik Sekolah Menengah Atas
Sekolah menengah atas (SMA) adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang menyelenggarakan program pendidikan tiga tahun setelah sekolah menengah pertama (SMP). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan pada pasal 1 ayat 13 menyatakan bahwa:
Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa peserta didik  SMA adalah peserta didik yang telah menamatkan pada pendidikan tingkat SMP. Untuk lebih mengetahui karakteristik pada siswa SMA, dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:
1.      Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan di SMA pada dasarnya diberlandaskan pada tujuan dari pendidikan nasional. Selain itu juga pendidikan di SMA dilaksanakan untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, yaitu:
a.       Memiliki kekuatan spiritual keagamaan
b.      Pengendalian diri
c.       Kepribadian yang kuat, mantap, dan baik
d.      Kecerdasan
e.       Dan keterampilan
Tujuan pendidikan tersebut pada intinya adalah agar peserta didik di SMA mampu berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
            Tujuan pendidikan nasiona tersebut, menjadikan landasan terhadap tujuan khusus penyelenggaraan pendidikan di SMU, yang menurut Prayitno (1997: 47) adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi dan  kesenian.
2.      Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan

2.      Kurikulum
Kurikulum dalam pengertian sederhana adalah sejumlah mata pelajaran yang diikuti peserta didik.  Menurut Undang-undang  No 20 tahun 2003 tentang  Sisdiknas pasal 1 Butir 19 disebutkan bahwa:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

Di Indonesia kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)  telah diterapkan pada satuan pendidikan dasar dan menengah.  Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, memuat tiga komponen kurikulum, yaitu a) Komponen mata pelajaran, b) komponen muatan lokal,                      dan ) komponen pengembangan diri yang meliputi dua sub-komponen yaitu pelayanan konseling dam kegiaatn ekstra kurikuler.

Kurikulum di SMA dususun untuk mencapai tujuan pendidikan di SMA, yang akan membekali wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang berguna untuk mempersiapkan diri hidup dalam kehidupan berbangsa an bernegara serta mempersiapkan kejenjang pendidikan lebih lanjut.

3.      Peserta Didik SMA
Siswa SMA tahap perkembangannya termasuk pada tahap perkembangan remaja, pada tahap perkembangan remaja ini (Hurlock 1980: 10) mengemukakan tugas-tugas perkembangan dari remaja yakni:
1). Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, 2). Mencapai peran sosial pria dan wanita, 3). Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, 4). Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, 5). Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, 6). Mempersiapkan karir ekonomi, 7). Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, 8). Memperoleh perangkat nilai dan system etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. 
Tugas perkembangan yang dikemukakan oleh Hurlock di atas dapat diterapkan sebagai tugas perkembangan siswa SMA. Sejalan dengan konsep di atas Cole (dalam Zuwana, 2008: 21) menyatakan periodesasi perkembangan manusia sebagai berikut:
Tabel 1. Periodesasi Perkembangan Manusia
Periode
Umur
Infancy
Early Children
Middle Childhood

Pre-Adolescence or Late-childhood

Early Adolescence

Middle Adoslence

Late Adolescence

Early Adulthood
Middle Adulth
Late Adulthood
Birth to 2 years
2-6 years
6 to 11 years (girls)
6 to 13 years (boys)
11 to 13 years (girls)
13 to 15 years (boys)
13-15 years (girls)
15 to 17 years (boys)
15-18 years (girls)
17-19 years (boys)
18-21 years (girls)
19-21 years (boys)
21 to 35 years
35 to 50 years
50 to 65 years
Dikutip dari Zuwana (2008:21)
Berdasarkan periodesasi perkembangan manusia di atas, siswa SMA yang rata-rata berada pada usia antara 15-19 tahun berada pada masa remaja madya (middle adolescence). Selanjutnya menurut Panduan Umum Pelayanan bimbingan konseling Berbasis Kompetensi Zuwana, 2008: 22) telah diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA yakni:
1.      Mencapai kematangan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
3.      Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat.
4.      Mengembangkan penguasan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
5.      Mencapai kematangan dalam pilihan karir.
6.      Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
7.      Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga
8.      Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial
9.      Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai individu, dan anggota keluarga, masyarakat, serta sebagai warga negara
B.     Permasalahan pendidikan di SMA
Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah, pemasalahan pendidikan disekolah, khususnya di SMA adalah lebih berorientasi terhadap perkembangan aspek intelektual peserta didik. Tentunya hal ini berimplikasi terhadap kurikulum sekolah yang lebih memberatkan kepada aspek pembelajaran, dan mengesampingkan aspek pengembangan diri.
Ketika kondisi tersebut menjadi sebuah prioritas dalam proses pendidikan di SMA, maka peserta didik akan pintar dalam segi akademik, namun rendah kualitas etika, moral, toleransi, tenggang rasa, dan tanggung jawab. Indikatornya adalah banyak siswa SMA terlibat aksi tawuran, prilaku seks bebas, merokok, narkotika, dan ada juga yang terlibat kasus pidana.
Penyebab hal tersebut terjadi adalah selama hampir satu hari disekolah, peserta didik dijejali dengan berbagai materi pelajaran namun aspek lainnya terabaikan. Layaklah mereka merasa jenuh, bosan, dan sering terganggu kondisi emosional yang mengakibatkan prilaku menyimpang. Hal ini pernah di bahas oleh Prof Ja’al dari Universitas Negeri Jakarta (pada suatu talk show di TVRI) bahwa perbedaan kualitas pendidikan diIndonesia dengan pendidikan di Malaysia adalah pada karakter pada moralitas peserta didiknya.
Permasalahan pendidikan tersebut sebenarnya tidak harus muncul ketika praktisi pendidikan memahami konsep pendidikan secara benar, dan  ketiga komponen dalam kurikulum (Pembelajaran, Muatan lokal,  serta Bimbingan  dan Konseling) memperoleh prioritas dan porsi yang sama.  Permasalahan pendidikan yang menyangkut moralitas dan sikap peserta didik menunjukan masih rendahnya kualitas pendidikan diIndonesia. Dan mengakibatkan lulusan dari SMA masih dipertanyakan kompetensi yang  dimilikinya secara utuh dan komprehensif.
C.    Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA
Manajemen merupakan suatu tindakan usaha mencapai tujuan melalui menggerakkan oran-oran lain. Dengan demikian manajeman berkaitan dengan menggerakkan tenaga manusia dan fasilitas yang ada kearah pencapaian tujuan. Mnurut George R. Terry dalam (Budi Purwoko, 2008: 8) manajemen memiliki empat fungsi utama yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling yang kesemuanya itu saling terkait dan mendukung dalam pencapaian tujuan.. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh konselor /guru BK dengan memanfaatkan sarana dan prasarana pendukung dalam kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai tujuan pelaksanaan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan.
Pada satuan pendidikan diSMA manajemen bimbingan dan konseling pada setiap aspeknya berorientasi kebutuhan dan tugas perkembangan siswa.  Manajemen bimbingan dan konseling di SMA meliputi:
a.       Konselor/guru BK sebagai penyelenggara layanan
b.      Program Layanan BK, yang terdiri dari program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian.
c.       Waktu layanan
d.      Sarana dan prasarana
e.       Unsur-unsur BK, yaitu:
1)   Bidang-bidang bimbingan, yaitu:
a.       Bimbingan pribadi
b.      Bimbingan sosial
c.       Bimbingan belajar
d.      Bimbingan karir
e.       Bimbingan keluarga
f.       Bimbingan agama
2)      Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling, yaitu layanan:
1.      Layanan orientasi
2.      Layanan informasi
3.      Penempatan dan penyaluran
4.      Layanan penguasaan konten
5.      Layanan konseling perorangan
6.      Layanan bimbingan kelompok
7.      Layanan konseling kelompok
8.      Layanan mediasi dan
9.      Layanan konsultasi
3)      Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:
a)      Aplikasi instrumentasi
b)      Himpunan data
c)      Konferensi kasus
d)     Kunjungan rumah
e)      Alih tangan kasus dan
f)       Tampilan kepustakaan
Isi dari manajeman BK tersebut dalam implementasinya harus menerapkan prinsip POAC, sehingga akan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.


D.    Peranan Manajemen Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Pendidikan di SMA
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 6 menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, sebagaimana juga guru, dosen, pamong belajar, widiyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator. Istilah konselor secara resmi digunakan di dalam UU No. 20/2003 dengan menyatakan bahwa ”Konselor adalah Pendidik” di dalam Permendiknas No. 22/2005 dinyatakan juga bahwa konselor adalah pelaksana konseling di sekolah dan Madrasah (dalam Prayitno, 2007: 36).
Sebagai pendidik, konselor atau guru BK sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada satuan pendidikan SMA.  Konselor sebagai sebagai pendidik, yang dengan objek praktis spesifiknya memiliki peran yang sangat besar dalam mengembangkan potensi diri peserta didik,. Objek praktis spesifik konselor sebagai pendidik jelas berbeda dengan objek praktis guru mata pelajaran. Objek praktis konselor adalah mengembangkan kehidupan efektif sehari-hari (KES), dan menangani kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES –T) peserta didik. Objek praktis konselor jelas sangat berbeda dengan guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran membantu siswa mengembangkan potensinya melalui pengembangan penguasaan materi pelajaran (PMP) dan penanganan penguasaan materi layanan yang terganggu (PMP-T)  (Prayitno, 2010: 29).
Pengembangan KES dan penanganan KES_T peserta didik oleh konselor  pada hakekatnya diwujudkan dalam proses pembelajaran, yang secara spesifik oleh  konselor diselenggarakan dengan format pelayanan konseling. Melalui pelayanan konseling, konselor mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik.
Melalui pelayan konseling juga konselor membangun kondisi belajar  untuk peserta didik agar mampu menemukenalkan dirinya dan mampu mengentaskan setiap permasalahan yang menghambat kefektifan kehidupannya sehari-hari.
Rendahnya kualitas pendidikan SMA  adalah terletak pada moralitas, akhlak, dan kompetensi yang rendah dari peserta didiknya. Bimbingan dan konseling melalui program yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan dan permasalahan siswa akan sangat membantu siswa untuk menjadi pribadi yang efektif, mandiri, kreatif sehingga secara optimal akan mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, baik secara intelektual, afeksinya, motorik, dan juga iman dan takwanya.
Selan itu, malalui pelayanan konseling yang  profesonal, konselor akan menjadi fasilitator peserta didik dalam mengembangkan kemampuanya dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal. Mampu menjadi pribadi yang toleransi, mengharagai perbedaan, tenggang rasa, dan mampu mengelola emosinya.
Peserta didik yang memiliki segenap kemampuan dan kompetensi tersebut merupakan peserta didik yang berkualitas secara intelektual, emosional, dan spritual. Peserta didik yang berkualitas menunjukan kualitas proses pendidikan yang diikutinya. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan dengan manajemem yang profesional, akan sangat mendukung kualitas pendidikan terutama pada satuan pendidikan di SMA